Sunday, June 14, 2009

Demam Takarazuka....

Kemarin malam lagi iseng-iseng ngebrowsing mendadak dapat ilham and kepengen buat nonton opera. Sebelumnya aku tidak terlalu menyukai seni teater, tapi kemarin malam berubah jadi ketagihan. gara-garanya begini ceritanya (aauuuuuu.... huehee biar serasa nonton misteri)

Aku yakin seyakin yakinnya pasti hampir semua pengunjung blog ini pernah dengar tentang "Phantom of the Opera" walaupun mungkin ada beberapa yang belum pernah menonton. Buat yang belum pernah tau setidaknya dengan mengunjungi blog ini jadi tahu heheheh. Sama seperti aku, selama ini aku hanya mendengar dan melihat dari berbagai media yang mengulas Phantom of the Opera. Filmnya pun baru kutonton waktu aku menjadi penganguran (habisnya uda ga ad film lagi, terpaksa deh). Tapi dari sana pandangan saya tentang opera menjadi berubah.

Ternyata seni teater itu harus dinikmati, beda dengan kita menonton film biasa yang hanya sepintas lewat. Design panggung, kostum, music, aktor maupun aktris pendukung. Intinya moment yang diciptakan begitu kompleks membuat kita seperti tersihir. Kalau kita menonton film layar lebar paling kesan yang didapat hanya "gila keren banget" atau "wah bagus ya" that's all. Berbeda dengan seni teater yang melibatkan emosi kita pada saat menonton. Para aktris/aktor harus benar-benar total dalam aktingnya sehingga bisa membawa penonton ikut merasakan perasaan mereka.

Termasuk Takarazuka, seni teater dari Jepang yang semua pemainnya merupakan wanita. Berbeda dengan Kabuki yang semua pemainnya merupakan lelaki. Takarazuka berhasil menyedot perhatianku ketika sedang asik-asik mencari cuplikan-cuplikan Phantom of the Opera. Salah satunya adalah musical Elizabeth, walaupun aku tidak mengerti bahasa Jepang namun dari keahlian para pemainnya membuatku dapat ikut menikmatinya. Yang membuat aku benar-benar salut pada Takarazuka adalah akting yang memukau dari para pemain.

Dari yang kuketahui, di Jepang perbedaan antara wanita dan lelaki itu amat besar. Penggunaan bahasa untuk lelaki dan wanita juga berbeda. Ada kalimat yang hanya digunakan oleh lelaki maupun sebaliknya. Namun di Takarazuka yang semua pemainnya merupakan wanita hal itu tidak menjadi kendala. Para pemain Takarazuka harus mengikuti pendidikan selama 2 tahun di Sekolah Musik Takarazuka yang merupakan salah satu sekolah musik terpopuler yang setiap tahunnya hanya menerima 40-50 murid saja. Disana mereka harus mengenyam berbagai pendidikan musik dan tari termasuk bersih-bersih yang harus dikerjakan menggunakan tangan, tanpa bantuan perangkat elektronik.

Pada tahun ke 2 terdapat penjurusan untuk memilih peran pria (otokoyaku) atau wanita (musumeyaku). Persaingan paling tinggi terjadi untuk bisa memasuki kelas otokoyaku. Faktor tinggi, suara, dan postur tubuh teramat mempengaruhi pemilihan penjurusan. Di Jepang sendiri penggemar Takarazuka lebih banyak wanita dan kebanyakan berasal dari kalangan atas yang menggemari balet maupun musik barat. Kebanyakan pemain Takarazuka setelah mengundurkan diri dari dunia panggung akan tetap eksis dalam panggung hiburan baik itu menjadi artis maupun penyanyi.

Buat yang penasaran apa itu Takarazuka bisa coba cari-cari ke om google, tante wiki ataupun di bang youtube. Aku sendiri belum pernah nonton secara live baik itu opera, drama musikal maupun seni teater lainnya. Tapi saat ini sudah cukup dari bang youtube, soalnya kalau nonton live bisa gak makan 6 bulan. Belum beli tiket, akomodasi dan lain sebagainya, secara di Indonesia tercinta kita masih belum ada hikks....

No comments:

Post a Comment